Metropilar Pos - Sejarah Hari Mahasiswa
Internasional (International Students’ Day) berawal pada tahun 1939 di Ceko.
Tahun itu merupakan saat-saat yang sangat menyakitkan bagi rakyat Ceko yang tengah
menghadapi pendudukan tentara Nazi Jerman. Dengan semangat perayaan HUT
kemerdekaan Republik Ceko, pada 28 Oktober, sejumlah mahasiswa Fakultas
Kesehatan Universitas Charles Praha menggelar aksi demonstrasi menentang
pendudukan Nazi. Aksi ini terus berlanjut, hingga akhirnya, pada tanggal 11
November, Jan Opletal, salah satu pentolan demonstran tewas tertembak di bagian
perut. Pada tanggal 15
November, tak disangka, prosesi pemakaman Jan Opletal dibanjiri ribuan
mahasiswa, yang kemudian sontak memanfatkan rombongan mereka untuk menggelar
demonstrasi anti-Nazi. Gerakan inilah yang membuat Nazi berang dan mengambil
tindakan menutup semua perguruan tinggi di Ceko. Selain itu, tercatat 1200
mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi, serta sembilan orang
mahasiswa beserta profesor dieksekusi mati tanpa proses peradilan pada tanggal
17 November. Inilah salah satu alasan tanggal tersebut diabadikan sebagai Hari
Mahasiswa Internasional, yang untuk pertama kali diperingati oleh Dewan
Mahasiswa Internasional di London pada tahun 1941. Tradisi ini kemudian terus
dilanjutkan oleh penggantinya, Serikat Mahasiswa Internasional, yang dengan
dukungan Serikat Nasional Mahasiswa di Eropa dan sejumah organisasi lainnya
mendesak PBB untuk mencatatkan secara resmi Hari Mahasiswa Internasional dalam
kalender mereka.
Catatan lain
menyebutkan, 17 November (1973) juga merupakan puncak perlawanan mahasiswa
Yunani terhadap junta militer yang berkuasa saat itu. Sebelumnya (14 November),
setelah menggelar demonstrasi, mahasiswa Politeknik Atena membangun barikade
pertahanan di kampusnya, dan dengan memanfaatkan perlengkapan seadanya yang
mereka temukan di laboratorium, mereka membangun stasiun radio dan memancarkan
siaran pro-demokrasi. Buah dari propaganda radio itu adalah bergabungnya ribuan
mahasiswa dalam barisan mereka. Saat itulah, tanggal 17 November, 30 tank AMX
pemerintah menyerbu kampus, merobohkan gerbang, dan mengobrak-abrik
mahasiswa. Sayangnya, masih terjadi simpang-siur terkait dengan jumlah korban
jiwa. Namun yang pasti, banyak dari mahasiswa yang mengalami luka dan
meninggalkan bekas secara permanen (disarikan dari wikipedia.com).
MEA 2015, Pendidikan di
Indonesia, dan Trisakti
ASEAN Economic Community
atau dikenal dengan Masayrakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah
terlaksana di tahun 2015.
MEA menandai terintegrasinya ASEAN ke dalam era baru dengan bebasnya alur
perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan pekerja terampil. Dalam hal
ini, adanya MEA juga sebagai tanda bahwa ASEAN telah berubah dari semula
kawasan dengan basis kerjasama politik-keamanan, sosial-budaya, serta ekonomi,
saat ini lebih memprioritaskan ekonomi perdagangan bebas, dan parahnya,
MEA sepenuhnya mengabdi pada sistem ekonomi kapitalisme-neoliberal.
MEA sebagai langkah
untuk merubah ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi. ASEAN mempunyai
keinginan untuk menjadi sebuah kawasan ekonomi yang sangat kompetitif dan
berintegrasi penuh dengan komunitas global di tahun 2015 ini. Dengan MEA, maka
ASEAN akan sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi liberal, berorientasi
keluar, inklusif, dan perekonomian yang didorong oleh pasar, yang konsisten
dengan aturan-aturan multilateral serta patuh kepada sistem berbasis aturan
bagi kepatuhan efektif dan pelaksanaan komitmen-komitmen ekonomi.
Sejatinya, MEA ini
adalah upaya meliberalisasi perekonomian kawasan, dalam hal ini ASEAN. Modus
operandi saat ini yang paling banyak digunakan dalam mempercepat ekspansi
kapitalisme-neoliberal adalah melalui liberalisasi dalam segala sektor. Jika
dalam kerjasama ekonimi ditingkat multilateral dikenal dengan World Trade Organization (WTO), sementara
ditingkat bilateral dan kawasan disebut Bilateral Free Trade Agreement (BFTA) dan Regional Trade Agreement (RTA). Keduanya kini
dikenal sebagai FTA (Free Trade Agreement).
Perlu dipahami, bahwa
peraturan-peraturan di FTA entah yang bersifat bilateral ataupun regional,
berinduk pada perjanjian-perjanjian di WTO yang bersifat multilateral. Disini
dapat dimengerti, bahwa sebenarnya MEA ini merupakan instrumen yang digunakan
oleh WTO untuk meliberalisasi pasar ASEAN agar sepenuhnya terbuka untuk masuk
dan keluarnya arus barang, jasa, modal, investasi, dan pekerja terampil.
Indonesia adalah pasar
terbesar di ASEAN, karena berada pada geografi yang sangat strategis. Tetapi,
setelah kepemimpinan Ir. Soekarno, yang dimulai dari orde baru sampai saat ini,
Indonesia tunduk dan patuh terhadap kepentingan negara-negara liberal. Dengan
rezim liberal ini, maka pasar kita yang sangat strategis dan besar ini, serta
usaha-usaha perekonomian kita telah dan akan seterusnya dikuasai oleh
korporasi-korporasi asing. Disamping itu, integrasi ekonomi ASEAN membatasi
kewenangan negara untuk menggunakan kebijakan fiskal, keuangan, dan moneter
untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri. Hilangnya kedaulatan negara
merupakan biaya dan pengorbanan terbesar bagi Indonesia.
Perubahan ASEAN menjadi
sebuah rezim liberal merupakan hal yang sangat berbahaya bagi Negara-negara
yang tergabung dalam ASEAN itu sendiri, khususnya Indonesia. Dengan bebas
bermainnya mekanisme pasar dan kekuatan-kekuatan pasar korporasi multinasional
akan menghancur leburkan kekuatan dan kemampuan ekonomi Indonesia. Terkecuali
Singapura dan negara-negara ASEAN yang sistem ekonominya sudah sangat liberal.
Singapura menjadi sebuah negara anggota ASEAN yang sangat berkepentingan dari
liberalisasi ekonomi di ASEAN ini, tanpa memperdulikan negara-negara anggota
lain seperti Indonesia yang masih mempunyai problem pada ketimpangan sosial,
kemiskinan struktural, dan tingkat perekonomian yang masih sangat lemah.
Dengan
diimplementasikannya MEA ini, maka kebijakan ekonomi ASEAN dan juga di
Indonesia telah diikat ke dalam satu doktrin ekonomi pasar bebas. doktrin
tersebut akan membuat Pemerintah Indonesia tidak mempunyai kedaulatan dalam
menjalankan roda perekonomiannya selain patuh terhadap asas-asas dalam
perjanjian ekonomi liberal tersebut.Dengan model pembangunan neo-liberal, maka
prioritasnya adalah tetap mempertahankan pada ketergantungan modal asing, utang
luar negeri, dan peran besar korporasi multi-nasional. Dengan itu, Pemerintah
tidak akan bisa menjalankan kewajiban dasarnya dalam mensejahterakan rakyatnya.
Kemiskinan akan terus meningkat, dan kehidupan rakyat Indonesia akan semakin
buruk.
MEA yang merupakan
bentuk dari kebijakan rezim liberal ASEAN tersebut merupakan bentuk baru dari
kolonialisme (neo-kolonialisme) di wilayah ASEAN dan khususnya bagi Indonesia,
yang telah lama mengalaminya semenjak rezim orde baru berkuasa. Sebagai negara
terbesar dan terkaya sumber daya alamnya di ASEAN, Indonesia menjadi sasaran
utama liberalisasi ini. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah soal gerak
bebas pekerja terampil untuk keluar masuk di negara-negara ASEAN, yang
merupakan salah satu elemen dasar dari liberalisasi ekonomi ASEAN yang bernama
MEA tersebut. hal tersebut sangat berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) di
Indonesia. kemampuan SDM di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku atas standart ASEAN. Ke depan, dipastikan adanya upaya yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja
Indonesia agar bisa bersaing dengan tenaga kerja terampil asing di negara nya
sendiri, Indonesia, maupun di negara-negara ASEAN yang lain. Dapat dipastikan
pula, bahwa ke depan sangat memungkinkan diterbitkannya cetak biru (blueprint) sistem pendidikan tunggal ASEAN
sebagai turunan dari AEC Blueprint soal
arus bebas tenaga kerja terampil.Kebijakan pendidikan di setiap negara anggota
ASEAN akan mengarah pada ideologi pasar, sebagai konsekwensi dari kebijakan
ekonomi kawasan ASEAN yang berpihak pada kapitalisme-neoliberal. Pendidikan
direndahkan posisinya hanya sebagai instrumen elevasi sosial untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik. Ilmu pengetahuan hanya menjadi jajaran angka-angka
indeks prestasi untuk menunjang syarat terjun di dunia kerja yang semakin
kompetitif dan liberal.
Sistem pendidikan di
Indonesia saat ini pun sejatinya sudah mengarah pada tujuan tersebut. UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai dasar pendidikan di
Indonesia, sejatinya, sudahber-ideologi pasar. Pendidikan saat ini menjadi
instrumen negara dalam penyediaan tenaga kerja murah yang berkorelasi dengan
kebijakan sistem pemerintahan Indonesia yang tunduk pada kapitalisme global.
Kebijakan neoliberalisme sebagai ideologi negara dalam praktek pemerintah,
berimplikasi pada semua lini kehidupan bangsa Indonesia, termaksud dunia
pendidikan. pemaksaan penerapan hukum Ekonomi neoliberalisme pada dunia pendidikan,
berdampak pada liberalisasi pendidikan. Pendidikan tidak lagi ditempatkan
sebagai alat membangun kepribadian bangsa. Era Neoliberalisme seperti sekarang
ini, menjadikan Pendidikan sebagai komoditi bisnis. Tentu saja pihak pemilik
modal yang mendapatkan keuntungan yang begitu besar dari sistem pedidikan
Indonesia sekarang ini.
Pada tahun 1998, terjadi
perubahan status Peguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara
(BHMN). Upaya pengalihan ini dilakukan untuk mengurangi beban Finansial negara
dan menyerahkan sektor pendidikan dalam arena pasar. Sebagai konsekwensi
dari liberalisasi pendidikan, negara melepaskan tanggung jawabnya dalam
membiayai pendidikan. hal ini, mendorong lembaga-lembaga pendidikan melakukan
pengalangan biaya operasional pendidikan. Lepas tangan pemerintah dalam dunia
pendidikan mengkibatkan biaya pendidikan drastis melonjak naik.
Kebijakan pendidikan
yang mahal ini memang sangat merisaukan karena akan mengubur impian mobilitas
kelas sosial bawah untuk memperbaiki kelas sosialnya. Melalui sistem ini, maka
yang bisa diserap dalam lingkungan pendidikan adalah mereka yang memiliki
kemampuan finansial yang cukup. Lembaga-lembaga pendidikan kian menjadi lembaga
elit bahkan menjadi kekuatan yang menghadang arus mobilitas kelas bawah untuk
mengakses pendidikan.
Tingkat keberhasilan dan
kualitas pendidikan diukur pada tingkat peneriman lulusan tiap tahun dipasar
tenaga kerja. Ketika ini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan maka kurikulum
pendidikan juga akan turut disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.Dari
sini jelas bagi kita, bahwa liberalisasi ekonomi ASEAN yang berbentuk MEA
tersebut harus ditolak oleh Pemerintahan
Jokowi-Jk yang berjanji akan menjalankan trisakti dalam pemerintahannya. Dengan
diberlakukannya MEA, secara politik Pemerintah Indonesia tidak akan mempunyai
kedaulatan dalam melahirkan kebijakan-kebijakannya. Segala kebijakan dan
peraturan—atas nama kesepakatan—akan diarahkan untuk menstimulasi liberalisasi
tersebut. Kemandirian ekonomi, sebagaimana terdapat dalam trisakti dan nawacita
Jokowi-Jk tidak akan tercipta jika Pemerintah tetap mempertahankan
ketergantungan pada modal asing, utang luar negeri, dan peran besar korporasi
multi-nasional. Selanjutnya, jika liberalisasi dalam segala sektor
tersebut—terutama barang dan jasa—akan melahirkan budaya-budaya konsumerisme,
individualisme, dan hedonisme. Jauh panggang dari kepribadian bangsa Indonesia
yang bersendikan gotong royong, dan mempunyai daya cipta yang tinggi.
Maka dalam
merayakan Internasional Student Day, maka Kami Liga Mahasiswa
Nasional untuk Demokrasi (LMND) mendesak kepada Pemerintahan Jokowi-Jk untuk :
1. Tolak diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
2. Cabut UU No. 20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas yang sangat pro-pasar
3. Tegakkan Trisakti
sebenar-benarnya
Eksekutif Kota Kendari
Liga Mahasiswa Nasional
untuk Demokrasi
Bangun Persatuan Nasional , Hentikan
Imperialisme
0 komentar:
Posting Komentar