Metropilar Pos - Hal
yang paling mengerikan di era modern, ketika nurani mahasiswa telah dimatikan
maka dia akan tenang-tenang saja melihat rakyat tertindas oleh pemerintahan
zalim. Budaya individualisme salah satu efek globalisasi yang telah merambat di
kalangan mahasiswa. Kepekaan sosial yang menjadikan mahasiswa sebagai social of
control telah tergerus oleh budaya individuliasme. Karena sikap individulisnya
mahasiswa terperangkap nyaman di zona hedon. Sebagian besar mahasiswa kini phobia
dengan persoalan-persoalan sosial yang melanda rakyat. Kesengsaraan rakyat
akibat jurang kemiskinan yang digali oleh pemerintah luput dari perhatian.
Mahasiswa masa kini rupanya banyak yang lupa dengan kisah kegigihan para
pendahulunya di masa kebebasan bersuara disangkari oleh penguasa.
Sebuah cerita lama berkisahkan heroisme mahasiswa demi melahirkan
era reformasi. Suatu era yang menumbalkan banyak nyawa dari para mahasiswa
pejuang, para mahasiswa yang tak gentar melawan pembungkaman kebenaran oleh
rezim orde baru. Penculikan demi penculikan terjadi, penculikan yang bahkan
berujung pembunuhan, namun siasat keji para pembungkam tersebut tidak
menjadikan para mahasiswa takut, bahkan peculikan-penculikan maupun pembunuhan
demi pembunuhan semakin mengobarkan api semangat perlawanan mahasiswa untuk
meruntuhkan kedikdayaan rezim Soeharto.
Sekarang ini sangkar pengurung kebebasan bersuara telah hancur
seiring tumbangnya rezim orde baru. Tidak ada lagi perasaan was-was, tidak ada
lagi rasa takut akan diculik, kita bebas berkumpul dan bersuara menentang
ketidakberesan kebijakan penguasa. Betapa beruntung mahasiswa yang hidup di era
ini. Mahasiswa tidak lagi diperlakukan bak penjahat atau pun musuh Negara yang
senantiasa dikawal kesehariannya. Begitu takutnya rezim Soeharto, sampai-sampai
mengirim mata-mata di tiap-tiap kampus untuk mengawasi gerak-gerik mahasiswa.
Ada apa pada mahasiswa ? Mahasiswa hanyalah kumpulan bocah-bocah yang setiap
harinya belajar dan terus belajar demi mengejar gelar sarjana. Mengapa
para penguasa zalim begitu takut pada bocah-bocah ini ?
Ternyata ada sebuah kekuatan besar yang terdapat pada diri
mahasiswa. Kekuatan yang berakar dari persatuan mahasiswa dan dapat memicu
sebuah api perlawanan atas kesewenang-wenangan penguasa. Mahasiswa tidak
seperti rakyat biasa, tidak sempat melawan sebab terfokus dan dipusingkan dengan
mencari nafkah demi menghidupi anak istrinya. Mahasiswa tidak seperti para
pegawai negeri yang selalunya tunduk mengekor pada penguasa dan takut dipecat
jika melawan. Mahasiswa adalah makhluk bebas, barangkali hanya pada Tuhanlah
ketertundukan mahasiswa. Sebab Tuhanlah sumber keadilan maupun kebenaran.
Runtuhnya rezim Soeharto sebuah bukti nyata keperkasaan mahasiswa.
Mahasiswa berhasil merangkul rakyat untuk menghapus kesewenang-sewenangan orde
baru. Prestasi yang sangat mustahil terulang jika melihat kondisi mahasiswa
masa kini. Kaum intelektual yang melekat pada diri mahasiswa hanya sebagai
sebutan tanpa makna. Esensi kaum intelektual yakni sebagai kaum patron
perlawanan, kaum yang hanya mengekor pada kebenaran seperti halnya yang
dicontohkan para filsuf terdahulu, filsuf-filsuf yang gandrum akan kebenaran
dan untuk mempertahankan prinsip melawan dogma, demi kebenaran mereka rela
meregang nyawa.
Namun saat ini interpretasi mahasiswa, kebenaran tunduk dihadapan
kesenangan-senangan. Apatisme dan hedonisme sebagai langkah yang digemari
mahasiswa. Hal-hal ini berujung pada sikap penguasa yang semena-mena mecetuskan
kebijakan pencekik leher ekonomi rakyat. Penguasa negeri ini setahap demi
setahap melepaskan tanggung jawabnya terhadap rakyat. Rakyat dipaksa mandiri
dengan cara pencabutan subsidi-subsidi seperti BBM, pendidikan, kesehatan
maupun listrik. Penguasa leluasa sebab tiada lagi kekuatan besar yang menentang
keputusan mereka. Kalaupun ada yang menentang, kekuatan penentang ini seumpama
nyamuk-nyamuk pengganggu dengan mudahnya bisa disingkirkan.
Mahasiswa kini tidak lagi mempunyai daya untuk menghambat
kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat dari pemerintah. Bagi mahasiswa apatis yang gemar
hedon Social of Control hanya berlaku untuk mahasiswa-mahasiswa organisatoris.
Mahasiswa apatis sebenarnya menginginkan harga BBM murah, menginginkan biaya
pendidikan murah, menginginkan biaya kesehatan murah dan menginginkan Tarif
dasar listrik murah. Betapa sungguh sangat lucunya, mereka (mahasiswa apatis)
menginginkan perubahan akan tetapi tidak mau menyongsong perubahan tersebut.
Penulis : LAW
0 komentar:
Posting Komentar