Metropilar Pos - (Kendari, 23/01/2017) Tiga
pekan lagi PILKADA serentak di helat di Indonesia, beberapa kabupaten SULTRA
akan turut serta bergelut pada momen besar Pesta Demokrasi Serentak jilid II dalam
penentuan kepalah daerah baru. Masyarakat Sulawesi Tenggara begitu antusias
dalam menyambut peristiwa penting ini. Lebih-lebih dikalangan pemuda/mahasiswa
, kebanyakan dari mahasiswa terkhusus sudah jauh-jauh hari sebelumnya telah turut
aktif memobilisasi massa untuk memenangkan figur dukungannya yang
bertarung pada pilkada serentak 2017.
Tataran pemuda/mahasiswa berlomba-lomba mendirikan gerbong-gerbong politik
dadakan walaupun sebagian gerbong-gerbong tersebut, sesungguhnya mempunyai masa
yang tidak jelas.
Bukan
politik namanya jika konstelasinya
adem-adem saja. Pasca telah ditetapkannya para calon Bupati/Wakil
Bupati oleh KPU daerah masing-masing memicu terjadinya konstelasi politik yang tak
terkontrol. Masing-masing pendukung fanatik para figure beradu lempar intrik
politik. Pakar-pakar politk dadakan bermunculan diantara para pendukung fanatik
ini meskipun dengan modal statement (pernyataan) politik yang asal bunyi.
Ditambah sikap yang kurang legowo dan tidak mau menerima perbedaan sehingga
menimbulkan konflik politik yang berujung konflik saudara maupun keluarga.
Politik
itu munafik, politik itu tai kucing, politik itu hina, politik itu absensi
kebun binatang. Segala bahasa kotor diluapkan oleh masyarakat awam untuk
memaknai kata politik. Penulis sendiri berhubung bukan seorang mahasiswa
jurusan politik mencoba memaknai politik secara sederhana yakni politik
merupakan siasat untuk mencapai kursi
penentu system (kebijakan). Terlepas
dari pemaknaan politik, demam politik telah melanda sebagian besar masyarakat Sulawesi
tenggara (Daerah-daerah Pilkada serentak 2017) terkhusus kalangan
pemuda/mahasiswa. Demam politik ini bukan karena dimotori oleh kesadaran berpolitik
melainkan antusias berlebih dari masyarakat yang tersusupi unsur kepetingan beberapa
oknum.
Ada
tiga penyebab utama yang melandasi ngototnya masyarakat terlibat di
perpolitikan berbagai daerah Sulawesi Tenggara :
1.
Sebagian
besar masyarakat Sulawesi Tenggara baik lulusan SMA, Diploma maupun sarjana bercita-cita menjadi seorang PNS
Tingginya minat masyarakat
menjadi PNS tidak dibarengi dengan Kuota PNS yang tersedia. Akibatnya timbul
persaingan tidak sehat di kala penerimaan PNS berlangsung. Praktek Suap yang
didalangi Joki dari birokrasi merupakan jalan yang dipilih untuk
memuluskan keinginan menjadi PNS. Terlibat aktif diperpolitikan saat ini adalah
salah satu langkah awal untuk menjalin kedekatan dengan calon petinggi birokrasi.
Pendekatan ini diyakini sebagian besar masyarakat Sulawesi Tenggara dapat memperluas peluang untuk menjadi PNS.
2.
Kurangnya
lapangan kerja di Sulawesi Tenggara
Setiap tahunnya kampus-kampus di Sulawesi
Tenggara menelurkan ribuan sarjana. Ribuan sarjana-sarjana ini tidak sejalan
dengan persedian lowongan kerja yang ada. Buntutnya pengangguran bertitel berserakan tak dapat
terhindarkan. Momen politik dijadikan sebagai ajang perebutan kesempatan kerja.
Kedekatan dengan para figure peserta Pilkada merupakan kesempatan emas untuk mendapat
posisi di birokrasi pemerintahan, jika tidak harapan memegang proyek-proyek
pemerintahan daerah menjadi sasaran.
3.
Tidak
profesionalnya kampus-kampus di Sulawesi Tenggara
Tidak profesionalnya
pengelolaan kampus-kampus di Sulawesi Tenggara terlihat dari lulusan yang telah
dihasilkan. Lulusan kampus-kampus di Sulawesi Tenggara banyak yang tidak siap
berada dipersaingan kerja. Ditambah lagi para lulusan ini hanya berharap
menjadi Pegawai Negeri maupun Pegawai Swasta. Mereka tak mampu menciptakan
lapangan kerja sendiri. Untuk itu momen politik dijadikan cara untuk menutupi
ketiadaan soft skill dari lulusan tidak profesional dari kampus-kampus yang ada.
Sebagian besar masyarakat Sulawesi Tenggara meyakini dalam persaingan kerja
Soft skill dapat tertutupi dengan kedekatan dengan birokrasi pemerintahan.
Pengalaman-pengalaman pertarungan politik
sebelumnya di Sulawesi Tenggara telah menguatkan momen pilkada serentak 2017 terindikasi sarat
kepentingan. Momen Pilkada dimanfaatkan beberapa oknum bak penggarapan lahan
baru bagi petani yang nantinya akan menjadi sumber penghasilan keuangan (Jalan
mendapat kerja). Bagi yang sudah berpenghasilan terjun kepolitik tentunya
menghendaki penghasilan lebih lagi, dengan mengintai jabatan-jabatan bergengsi.
Tidaklah heran suhu perpolitikan di Sulawesi Tenggara teramat panas dan dapat
memicu konflik sosial.
Kesenjangan ekonomi yang diciptakan pemerintah Indonesa
ditambah tidak siapnya sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara menghadapai
persaingan kerja. Ketidak siapan ini seperti diuraikan sebelumnya dikarenakan
output dari kampus-kampus pendidikan yang ada Sulawesi Tenggara kurang profesional.
Untuk itu pemerintah mesti mengupayakan terciptanya lapangan kerja baru dan
mendorong kampus-kampus untuk tidak sembarang menelurkan sarjana. Lapangan kerja yang
luas akan memangkas angka pengangguran bertitel, Satu hal lagi sebagai syarat
Pemuda/mahasiswa tidak boleh berharap PNS sebagai tujuan utama.
Pada dasarnya suhu politik
yang memanas akibat dari dijadikannya momen politik sebagai perebutan
kesempatan kerja. Dan selama kesenjangan ekonomi merajarela di masyarakat kisruh politik akan selalu menampakan diri.
Penulis : LAW
0 komentar:
Posting Komentar