Post With Title

Metropilar Pos Media Online Mahasiswa UHO

Metropilar Pos Media Online Mahasiswa UHO

Metropilar Pos Kabar Terbaru Dan Terkini

Jangan Tergesa-Gesa Jadi Orang Hebat


Metropilar Pos - “Kebanyakan manusia itu suka tergesa-gesa” (Al Isra : 11) 

Orang seperti apa yang tidak mau menjadi orang yang hebat di mata manusia lainnya? Hal yang secara naluriah tidak bisa dipisahkan atau dinafikan didalam diri siapa saja. Barangkali kita akan lebih dihormati, dihargai, disayangi dan lain sebagainya dengan title hebat itu. Meskipun penilaian mengenai sosok yang hebat, inspiratif dan dikagumi dapat relatif dalam hal penafsirannya dari setiap orang. Ada yang mengatakan anda melakukan A maka anda orang hebat. Ada yang mengatakan anda melakukan B maka anda orang yang hebat. Ada pula yang baru mengatakan anda luar biasa hebatnya ketika melakukan A-B sekaligus. Yah, itu penilaian dari masing-masing orang yang memiliki standar mutunya sendiri-sendiri. Kalau menurut penulis sendiri, orang yang hebat itu adalah orang yang melakukan banyak hal untuk orang lain dengan cara yang “hebat” dan tidak mengharapkan title hebat itu diberikan kepadanya oleh orang lain.
Mahasiswa yang baru masuk organisasi kemahasiswaan kemudian keburu ingin dianggap aktivis intelektual biar mampu menunjukkan diri maupun menunjukkan kepedulian kepada dunia luar. Salah kah? Tidak ada yang salah. Saya yakin semua orang ingin melakukan hal itu. Aktualisasi diri dan pengembangan kepribadian merupakan hal mutlak dan diperlukan oleh setiap orang untuk menjadi lebih berkembang dan lebih baik. Jadi, tidak ada yang perlu disalahkan karena memang sudah sewajarnya begitu. Tetapi, saya cuma prihatin dengan pilihan yang hadir didalam diri ketika kita ternyata tergesa-gesa untuk menunjukkan diri. Mengapa?
Ini mungkin bisa menjadi penjelasan bahwa seharusnya tidak secepat itu title hebat, inspiratif, aktivis intelektual dan lain sebagainya diberikan kepada kita. Kesiapan akan hal-hal yang mendasar didalam diri setiap individu, entah itu prinsip hidup, keyakinan, konsistensi, pengorbanan, keikhlasan, penghargaan, penghormatan, keloyalan, toleransi, keseimbangan dalam berpikir, kondisi jiwa dan kesuciannya, dan lain sebagainya akan menentukan pantaskah semua pengakuan dari orang lain kepada kita. Oleh karena itu menjadi penting apabila segala pengakuan itu timbul didalam diri kita bukan karena paksaan atau tekanan dari diri sendiri atau orang lain yang memacu kita, tetapi timbul dengan sendirinya atas kesadaran sendiri. Hal ini juga berarti bukti dari niat tulus kita yang membuahkan kesiapan kita secara individu terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar yang telah saya sebutkan diatas untuk menjadi dasar dalam melangkah selanjutnya.
Inti dari pemahaman ini sebenarnya menekankan pada masalah jangan tergesa-gesa untuk menjadi Hebat! Yah, walaupun bagi yang Muslim pasti tau dari sononya manusia itu dikatakan sebagai mahluk yang tergesa-gesa seperti dijelaskan dalam Surah Al Isra ayat 11:
“Kebanyakan manusia itu suka tergesa-gesa,”
Tetapi ingat, jangan kemudian diartikan bahwa:
“Yah kalo gitu gapapalah saya tergesa-gesa wong kami (manusia) memang seperti itu!”
Sekali lagi jangan! Itu bukanlah sebuah pilihan yang pasti bagi kita apalagi sebuah alasan. Sama seperti pernyataan malaikat kepada Allah swt dalam Surah Al-Baqarah ayat 30 bahwa manusia itu adalah mahluk yang menyukai pertumpahan darah, merusak dan sebagainya tetapi yang perlu dipahami disini bahwa Allah memberikan kita kebebasan untuk memilih. Mau menjadi manusia yang merusak silahkan, mau menjadi manusia yang tergesa-gesa dalam mengejar sesuatu silahkan. Semuanya dikembalikan kepada kita. Tinggal bagaimana keputusan yang kita ambil karena hal itu yang akan sangat menentukan diri kita.
Satu hal yang saya lihat hari ini adalah kebanyakan dari kita yang tergesa-gesa dalam mengejar sesuatu karena lebih besar kita melibatkan nafsu dalam mengambil keputusan. Si Fulan membahas masalah C dan menyelesaikannya sehingga sebagian orang memberikan apresiasi dan pengakuan terhadapnya, maka kemudian secepatnya juga memutuskan saya juga harus membahas itu atau mungkin melampauinya agar bisa seperti karir si Fulan. Pemikiran seperti ini muncul didalam kepala kita kalau bukan karena nafsu lalu apalagi? Kita sering melibatkan nafsu didalam hidup melalui pemikiran, bukan melalui hati. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah siap untuk mulai membahas C padahal masalah A dan B belum terselesaikan secara individu didalam diri kita? Masalah A dan B barangkali merupakan masalah yang mendasar yang terlihat jauh dari pikiran kita, kesadaran kita, bahkan karir kita. 
Sekali lagi, keinginan kita yang terlalu tinggi untuk mencapai pengakuan dan apresiasi yang dikatakan dengan nafsu ini seakan menutup mata dan hati kita. Ketika kita melihat orang lain yang berbeda pandangan, golongan, suku atau apalah itu dengan diri kita pribadi lalu kita mengatakan “Saya tidak menyukai dia!” atau dengan cara yang lebih halus menyebarkan virus kebencian kepada orang lain maka disitu lah kadang saya merasa sedih sebagai bukti bahwa nafsu kita sepenuhnya mengontrol jiwa dan raga kita serta hati dan pemikiran kita.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebenarnya?
Kesiapan kita untuk membangun diri menjadi lebih baik, entah mungkin tujuannya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain atau tujuan lainnya jelas perlu dilakukan secara bertahap mulai dari diri kita sebagai individu. Sudah beres kah diri ini? Jelas untuk penilaian beres pun berbeda-beda tiap orangnya. Misalnya, bagi saya sendiri bahwa saya katakan diri saya sudah beres untuk menjadi aktivis ketika rambut saya sudah gondrong. Atau mungkin bagi orang lain mengatakan bahwa diri saya beres ketika ibadah saya sudah ditunaikan sesuai kewajiban. Ya, tiap orang barangkali akan menyatakan tingkat keberesan dirinya sesuai pandanganya sendiri. Tetapi, ini bukanlah merupakan hal yang mendasar. Ini baru masuk kepada bagian B sebelum melangkah ke C yang sering bersentuhan dengan permasalahan orang lain disekitar.
Lalu bagian A nya apa?
Saya yakin kita semua yakin bahwa kita adalah manusia. Kalau ada yang tidak meyakini dirinya sebagai manusia maka saya curiga dia mungkin mahluk jadi-jadian. Betul? Hehe.
Saya coba memberikan analogi sederhana yang saya buat sendiri dengan harapan mudah untuk dipahami. Semua pasti tahu benda yang namanya Gelas. Fungsinya apa? Untuk membuat kita mudah dan efektif ketika minum karena air tidak akan banyak yang tumpah. Oke! Kemudian coba kita bayangkan bahwa minum yaitu kondisi ketika air masuk kedalam mulut kita dan kita merasakan kesegarannya adalah sebuah pencapaian seperti pengakuan, kebanggaan, kebahagiaan atau lebih dari itu.
Lalu, coba bayangkan ketika kita tidak mengenal Gelas?
Dari sudut pandang yang sederhana, bentuknya seperti apa? Terbuat dari apa? Tujuannya dibuat apa? Maka masihkah kita minum dengan mudah dan efektif ketika kita tidak mengenal gelas? Kemudian, ketika kita tergesa-gesa tanpa mencoba mencari tahu dengan mengambil air yang ada melalui tangan kita. Kira-kira apa yang terjadi? Banyak air yang akan terbuang melalui sela-sela jari kita dan semakin sulit kita memasukan air kedalam mulut kita. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memuaskan dahaga karena air yang sedikit pada tangan kita.
Apakah maksud dari analogi gelas diatas?
Kebutuhan yang paling mendasar yang harus saya dan kita semua pahami sebelum jauh melangkah ada pada diri kita sendiri. Siapa saya? Siapa anda yang sedang membaca tulisan ini? Siapakah kita semua sebenarnya? Sudahkah kita mengenal diri kita sendiri? Siapakah yang bersemayam didalam tubuh ini? Tanyakan sekarang juga siapa yang sebenarnya ada didalam tubuh ini? Ajak dia seolah-olah berdialog dengan kita sendiri, jangan sungkan-sungkan biar kita tahu siapakah diri kita ini? Apakah tujuan diri kita hidup? Apakah yang sebenarnya yang harus kita capai? Pengakuan dari orang lain? Kesuksesan dalam hidup? Hanya itu? 
Sekali lagi, jangan sampai ketidaktahuan kita tentang gelas membuat kita menyatakan bahwa piring itu adalah gelas yang selanjutnya menyulitkan kita untuk minum. Artinya apa, jangan sampai ketidaktahuan kita atas diri kita sendiri lalu menyulitkan kita dalam melangkah sehingga sama sekali kurang optimal setiap pencapaian kita. 
Seorang bos begitu mudahnya menyombongkan diri kepada orang lain, seorang aktivis begitu gagahnya menunjukkan diri dihadapan orang lain seolah orang lain tidak mengetahui apa-apa dan lain sebagainya. Kalau hidup hanya mengikuti nafsu kita, mungkin babi di hutan pun juga demikian. Maka, jadilah seorang bos yang sudah paham dirinya atau jadilah seorang aktivis yang sudah mengenal dirinya. Biar apa? Biar tidak salah langkah, karena hati itu jika dilibatkan maka kita akan lebih peka melihat kondisi. Akhir zaman mungkin sebentar lagi, hidup bagai sandiwara, begitu banyak fitnah dan kebohongan terjadi dan memakan orang yang belum mengenal apapun didalam dirinya. Akhir zaman mungkin sebentar lagi, apa yang dilihat baik ternyata tidak sebaik dibelakang, apa yang dilihat buruk ternyata tidak seburuk dibelakang. Semuanya terbalik-balik dan membingunkan! Jadi, zaman yang seperti ini begitu mengerikan jika kita tidak mengetahui apa-apa bahkan diri kita sendiri pun tidak kita ketahui.
Lalu, bagaimana mungkin kita bisa menentukan keputusan?
Nah, tulisan ini mengajak diri saya pribadi dan siapapun yang membaca ini untuk mau memulai mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Biar kemudian kita selesai dengan urusan A, kemudian paham di urusan B lalu optimal dan penuh makna di urusan C bahkan sampai dimudahkan hingga ke urusan Z. Ketika kita sudah selesai dengan urusan A maka perlahan demi perlahan kebutuhan dasar seperti prinsip hidup, keyakinan, konsistensi, pengorbanan, keikhlasan, penghargaan, penghormatan, keloyalan, toleransi, keseimbangan dalam berpikir, kondisi jiwa dan kesuciannya, dan lain sebagainya akan timbul didalam diri kita. Timbul sebagai bekal kita dalam menyelesaikan berbagai macam urusan didunia untuk Pencapaian yang Gemilang di Akhirat. Bukan itu saja, biar kita tidak menjadi bos yang suka menyombongkan diri atau menjadi seorang aktivis yang butuh pengakuan dari orang banyak dan mudah terombang ambing dengan berbagai macam pemberian, pembicaraan atau fitnah. Biar juga kemudian manusia dalam beribadah tidak sekedar ibadah tanpa arti layaknya formalitas yang dilakukan wajib oleh orang yang sudah dewasa. 
Jadi, mari mengingat kembali apa yang sudah kita lakukan? Mari merenungi kembali jalan yang telah dan akan kita lalui, sudah tepatkah? Atau jangan-jangan banyak salahnya?
Ya, ke-bisa-an atau kesiapan kita mengakui kesalahan yang lalu-lalu merupakan modal yang sangat besar untuk menjadi lebih baik.
So, kalau udah salah jangan dipertahankan benar karena sikap itu memenjarakan diri kita pada hidup yang itu-itu saja, begitu-begitu saja, tidak banyak yang berubah dan jalan ditempat malah membuat banyak orang yang semakin sakit hati pada diri kita! Mari murnikan atau bersihkan hati kita dari debu karena jarang dilibatkan dalam hidup. Sebagai penutup, “Jadikan perubahan ini sebagai pencapaian yang sederhana dan jangan tergesa-gesa dalam mengejar pencapaian itu”
Terimakasih sudah membaca! Mohon maaf apabila ada kata yang melukai hati semata-mata tulisan ini dibuat atas kesadaran sendiri dengan niat yang tulus untuk kebaikan diri sendiri dan mungkin yang membaca tulisan ini. Kritik dan diskusi lebih lanjut disarankan.

Penulis : Kabir Akbar
BAGIKAN

Metropilar Pos ADALAH MEDIA ONLINE DI KAMPUS UHO,TERIMA KASIH TELAH MEMBACA ARTIKEL DI Metropilar Pos JANGAN LUPA LIKE FANPAGE KAMI FB : Metropilar Pos SEMUA ARTIKEL INI DI PUBLIKASIKAN OLEH Unknown

Metropilar Pos ADALAH MEDIA ONLINE DI KAMPUS UHO Kirim Tulisanmu Di Email Official : metropilarpos@gmail.com Atau Inbox Di Fanpage FB Metropilar Pos Artikel yang Di Terima Berupa Opini/Gagasan/Berita/Cerpen/Puisi Dan Press Realase
    Ayo Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

AYO PROMOSIKAN USAHA ANDA

AYO PROMOSIKAN USAHA ANDA
Kontak kami di facebook Metropilarpos.com

BACA JUGA BERITA YANG PALING BANYAK DI BACA

BACA JUGA BERITA TERKINI LAINNYA