Metropilar Pos - Polemik-polemik perebutan kekuasaan semakin
menghawatirkan. Kekuasan kini telah menjadi candu bagi manusia. Parahnya Efek
kecanduan akan kekuasaan begitu lebih mengancam kehidupan sosial masyarakat dibanding
efek candu narkoba. Narkoba memang dapat merusak moral generasi bangsa. Akan
tetapi efek narkoba tidak mampu mempengaruhi seluruh sendi kehidupan sosial
masyarakat seperti halnya efek candu kekuasaan.
Kursi kekuasaan secara esensi merupakan
jalan untuk kehidupan sosial yang baik. Untuk mengatasi ketimpangan sosial
dimasyarakat, obat paling mujarab yang dibutuhkan adalah kebijakan yang dapat
mangatasi ketimpangan sosial tersebut. Sebagaimana diketahui penentu kebijakan untuk
saat ini yakni para pemegang kekuasaan. Dengan demikian pemegang kursi kekuasan
memiliki peran vital dalam
keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat.
Entah factor X apa yang tersimpan pada “kekuasaan”.
Tak ayal, kekuasan telah menjadi magnet yang telah menarik banyak antusiasme
untuk memperebutkannya. Dan nampak, bukan daya tarik biasa yang ditunjukan oleh
para perebut kekuasaan, daya tarik yang ditunjukan telah sampai pada level
kegilaan. Sehingga cara merebutnya pun tidak berdasar atas hukum logika dan
etika yang berlaku.
Kekuasaan bukan lagi untuk menciptakan
kehidupan sosial yang baik melainkan alasan lain seperti ketenaran, harta
bertambah, mendapat penghormatan lebih. Barangkali hal-hal inilah menjadi sebagian
dari pendobrak tingginya animo individu-individu untuk memperebutkan kekuasaan.
Kesejahteraan rakyat hanya dijadikan selimut untuk menutupi niat busuk dari
para perebut kekuasaan.
Penghianatan terhadap rakyat sudah
menjadi penyakit klasik yang terulang secara berkesinambungan. Sudah beragam
revolusi yang terjadi di dunia. Dari berbagai revolusi (revolusi prancis dan
revolusi Indonesia 1966 & 1998) yang terjadi selalunya kekuatan rakyat
diberdayakan untuk meraihnya. Kehidupan sosial yang lebih baik menjadi
iming-iming kosong penarik simpati rakyat untuk berandil dalam menggapai
revolusi. Namun ketika revolusi terjadi kepentingan rakyat tersisihkan karena
diabaikan oleh para perebut kekuasaan.
Tak hanya di masa revolusi, dewasa ini rakyat
juga sering dikhianiti pada momen pemilihan umum. Pemilihan umum boleh dikata
sebagai sarana untuk memperebutkan kursi kekuasaan. Layaknya dimasa revolusi,
saat pemilihan umum pun para perebut
kekuasaan melebur sejajar bersama rakyat. Keluh kesah rakyat coba didengar dan
ditampung serta menjanjikan perubahan positif jika kursi kekuasaan ditangan
mereka. Lagi-lagi stretegi klasik digunakan, proses peleburan bersama rakyat
tak ubahnya siasat licik untuk memuluskan langkah mereka dikursi kekuasaan.
Seperti halnya dimasa revolusi prancis dan revolusi 1966 maupun 1998, ketika
kursi kekuasaan sudah tergapai jeritan-jeritan kesengsaraan rakyat yang
tertitipkan luput dari perhatian pemenang pemilihan umum.
“ Kau
datang disaat kau butuhkanku ”, sepenggal lirik lagu tepat untuk
dilayangkan rakyat kepada para pemulung suara yang lupa diri ketika sudah
terpilih.
Proses perebutan kekuasaan kembali akan
bergulir pada PILKADA serentak 2017. Rakyat kembali diborongi oleh para pemulung suara. Janji manis kembai
diobral untuk menarik simpati rakyat. Sejarah telah membuktikan janji-janji
yang terobral berujung penghianatan. Akan tetapi rasa pesimisme harus
ditanggalkan sementara sebab tidak menutup kemungkinan diantara para calon
pemegang kekuasaan barangkali ada yang benar-benar tidak berjanji kosong.
Penulis
: LAW
0 komentar:
Posting Komentar