Metropilar Pos - Menurut Wahid situmorang dalam disertasinya mengenai gerakan sosial “ketika masalah semakin menumpuk maka gerakan sosial akan terjadi”. Kampus Universitas Halu Oleo sedang dirundung sebuah penyakit menular, kalau dalam bahasa kesehatan wabahnya sudah menyebar hingga mayoritas mahasiswa didalamnya sudah terkena.
Masalah
sudah semakin menumpuk kawan :
Pertama diawal tahun penerimaan
mahasiswa baru Uang Kuliah Tunggal Para Mahasiswa Baru (Maba) bermasalah
penerapan uang kuliah tunggal (UKT) tidak sesuai dengan kondisi mahasiswa
kemudian pemberitaan di media menjelaskan bahwa kampus sedang defisit anggaran
dan akan dilanjutkan pada saat kondisi keuangan kampus membaik, mahasiswa yang
mengeluh akan diberikan form pengaduan Komplain UKT dengan balasan bahwa
apabila tidak terbukti UKTnya Bermasalah maka uang kuliahnya digandakan dua
kali lipat. Aneh Bin ajaib.
Kedua
mejelang semester awal berjalan kampus menyelenggarakan dies natalis yang
dirangkaikan dengan Pekan Seni Nasional (Pekseminas) 2016 dalam Peksminas memang murni kegiatan
nasional semua orang pun tahu terealisasinya kegiatan tersebut menandakan
kampus sedang tidak defisit anggaran, adapun bila digunakan sesuai dengan porsi
kebutuhannya maka yang paling utama dijalankan adalah survei atau evaluasi
penerimaan Uang Kuliah Tunggal Maba yang tidak sesuai dengan kriterianya karena
memang itu kebutuhan kami sebagai mahasiswa, kami tidak menginginkan acara
seremonial Dies Natalis tapi kebutuhan pokok kami sebagai mahasiswa.
Ketiga
setiap kegiatan kemahasiswaan tidak berjalan sebagaimana mestinya semua lembaga
kemahasiswaan dari tingkatan Universitas Hingga Himpunan Jurusan mengeluh akan
anggaran kemahasiswaan, mestinya
kemahasiswaan bisa menuangkan gagasan kreatifitasnya tanpa batas. Kenapa jadi
puasa gagasan ini pengaruh individu mahasiswanya ataukah para para pengurus
lembaga kemahasiswaan benar-benar minim anggaran kemahasiswaan. Kalau dilihat
Kampus tidak lagi bergairah bagi mahasiswa, yang semula jadi penggagas perdaban
daerah kita jadi krisis identitas,
ditambah lagi dengan watak mahasiwanya yang senang dengan budaya spekulasi
(winto) maka kebohongan tersebar luas dengan sendirinya
Keempat
pemilu raya sebagaimana setahun sekali kepengurusan lembaga kemahasiswaan
selalu terjadi keterlambatan, mahasiswa menjadi terbebani dengan masalah yang
bukan kesalahan kami, hasil kreatifitas pihak kampus sebagai penanggungjawab, sportiflah ini bukan kelalaian mahasiswa tapi
dari aparatur kampus.
Kelima
semua orang menyalahkan sikap para mahasiswa yang cenderung bertindak tidak
hormat dengan yang lebih tua apapun bentuknya malah yang disalahkan para
Mabanya, ini lahir karena krisis identitas para mahasiswanya sendiri ciptaan
pihak kampus, siapa suruh kita para mahasiwa tidak diberikan kebebasan untuk
mengelola kegiatan kemahasiswaan seperti halnya orientasi pengenalan kampus yang targetnya
jelas. Pihak kampus justru menyelenggarakan Mengelola Hidup merencanakan Masa
Depan (MHMMD) produk liberal dari Prof Marwah Daud, murid dari kanjeng dimas.
Lagi Gobloknya.
Keenam
peraturan rektor melarang adanya demonstrasi tanpa seijin dekan, lahir karena
ketidak mampuan aparatur kampus untuk menyeleasikan semua keluhan prioritas
mahasiswa daripada dibiarkan berlarut-larut takutnya mahasiswa memberontak,
maka dibuatlah aturan alternatif mengekang sikap kritis mahasiswa. Sebetulnya sederhana apabila kebutuhan pokok
(hak-hak nya) mahasiswa terpenuhi maka
protes tidak akan terjadi. Kasihan ya! Tapi peraturan ini ya panas tai kucing
tegas di awal tapi lembek di akhir
Ketujuh
seiring adanya peraturan rektor yang membatasi gerak mahasiswa dalam melakukan
demonstrasi maka tumbuh suburlah praktek pungli dari birokrat contoh kecilnya
uang penelitian yang mestinya sudah dibayarkan dengan biaya UKT tapi masih ada
biaya tambahan untuk membeli bensinya mungkin, akhirnya para mahasiswa
yang ingin protes namun takut
ditindaki. Kesimpulannya sama halnya
dengan mereka melegalkan praktek pungli menjadi budaya didalam kampus.
Kedelapan
lebih parahnya pihak kampus lebih memilih membuat film ” mengejar” ketimbang
menyelesaikan masalah yang menjadi kebutuhan pokok para mahasiswa, saya tidak
ingin menyebut anggaran nanti dianggap profokatif dan bisa-bisa saya dituduh
mencemarkan nama baik. Nanti menjadi kewajiban kita apabila ingin tahu
Akhirnya kesemuanya ini menumpuk menjadi
problem yang besar untuk seluruh mahasiswa UHO, belum halnya masalah yang lain
lagi. Ibaratkan kita menabung maka sedikit demi sedikit lama-lama menjadi
bukit, pooom jadilah bukit masalah didepan kita. Hanya tinggal menunggu waktu
protes akan terjadi terbuka maupun bawah tanah tidak akan ada yang bisa
membendung.
Penulis :Rosidul Majid
0 komentar:
Posting Komentar