Tulisan
semberono tak berkualitas dan amatiran, ini efek dari kejenuhan menunggu Dosen.
Yaa bisa dibilang Iseng-iseng lah dari pada bengong.
Sering tidak Datang tampa kabar itulah Mainstream dari mayoritas prilaku dosen, membuat kebanyakan mahasiswa menjadikan itu patron keengganan untuk disiplin akedemik. Wajar saja dosenkan patron akademisi. Perilaku ini lah yang membuat mahasiswa dibikin lelah, letih, Lesuh akibat menunggu lama. Ya ini sudah menjadi satu dari banyaknya derita yg menyayat hati para mahasiswa tidak terkecuali sy sendiri. bagamana tidak, setelah berjalan kaki kadang sampai berlari mengejar agar tidak terlambat, ditengah-tengah hujan yang mengguyur atau panas yang menyengat. al hasil dosen mangkir dari mengajar tampa memberi kabar.
Adduuh, sakitnya tuh disini, disini, dan disini (sambil nunjuk titik organ hati dan persendian kaki)
Harusnya
dosen mengerti variasi keadaan mahasisawa yang memiliki berbagai macam derita
dan kesusahan. Ada yang tinggalnya jauh belasan kilo, bahkan sampai
berpuluh-puluhan kilo. Untung sih kalau pake kendaraan pribadi, tapi kalau
ngangkot kan banyak ongkos apalagi dihitung PP. itu jg kalau kirimanya masih
mendompleng didompet tapi kalau masi tertahan didompet ortu, kan kasian
terpaksa harus rela berjalan kaki yang terkadang terpaksa rela ditemani cuaca
tidak bersahabat yaitu panas menyengat atau hujan yang mengguyur.
Bahkan tidak jarang ada mahasiswa yang ditimpa sakit, namun tetap memaksakan diri untuk tidak mangkir kampus demi memenuhi jadwal pembelajaran kuliah walau harus berjalan kaki dan ditemani oleh sahabat yang dianggap berparas buruk karena tidak mendukung keadaanya, siapa lagi dia kalau bukan si hujan dan panas yang menyengat itu. bahkan lebih kasihannya lagi dari banyaknya variasi kesusahan yang dialami mahasiswa ada jg penyandang disabilitas seperti adik junior saya yg terpaksa berjalan dengan menggunakan bantuan 1 tangannya (bisa kebayang sendiri). Ini belum termaksut keadaan derita-derita lain yang tidak sempat saya sebutkan.
Aduh bapak/ibu Dosen, kasihanilah kami... Tuhan itu mengajarkan kita untuk mengerti dan saling mengasihi satu sama lain (pada kalimat ini hampir menderaikan air mataku).
Setidaknya
bapak/ibu bisa memfaatkan teknologi smart phone untuk mengkabari dua atau sejam
sebelum mangkir, agar kami tidak lelah dan merasa merugi serta bisa
memanfaatkan waktu untuk aktifitas lain yang lebih kami butuhkan.
Padahal bila bapak/ibu mengerti dan mengasihi kami dengan memudahkan urusan kami, pastilah doa kami panjatkan demi kesuksesan dan keselamatan bapak. Bukankah sudah menjadi janji Tuhan melalui perkataan Nabinya bahwa bagi siapa yang memudahkan urusan sesamanya maka akan dimudahkan dunia akhiratnya.
Ada sebagian yang berdali perilaku yang sudah menjadi mainstream itu adalah kesengajaan agar mahasiswa belajar dari derita mahasiswa dikala tempo dulu saat dimana era moderenisasi belum eksis, akses pendidikanpun kala itu kian menyulitkan termaksut soal transportasi. Tapi itu dulu, jangan generalisasikan keadaan di era dulu dan sekarang. Karena siapa pun termaksut bapak/ibu sebagai pelaku mangkir yang membawa derita ini, tentu tidak akan mau kembali hidup dalam keadaan masa lampau.
Semoga Tulisan tidak berbobot ini, bisa menyentuh hati para dosen. Kalaupun ngak dibaca oleh mereka. minimal para teman-teman saya yg berkeinginan menjadi dosen nanti, yang membaca tulisan ini bisa lebih mengerti keadaan mahasiswa, jangan menuntut disiplin kalau ngak bisa disiplin pada diri sendiri.
Catatan.
Tulisan ini tidak bersifat reduksionis dan berlaku integral, karena tetap saja
masi ada dosen super disiplin dan responsif yg menjadi teladan baik bagi para
mahasiswa. Dan Secara spesifik yang dimaksutkan terkait lingkungan penulis.
Patah Pulpen
Salam
Mahasiswa
0 komentar:
Posting Komentar